Sekretaris Dinas Pendidikan Aceh, Zulkifli
Saidi (50) dihukum tiga tahun penjara dan denda Rp75 juta subsider tiga
bulan penjara, karena terbukti melakukan korupsi dana pembangunan rumah
dinas guru terpencil di 18 kabupaten/kota.
Syahrul Amri (52), selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek tersebut, juga divonis 3,6 tahun penjara dan denda Rp75 juta subsider tiga bulan kurungan atas kasus yang merugikan negara senilai Rp1,486 miliar.
“Menyatakan terdakwa satu dan terdakwa dua terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim, Taswir, didampingi hakim anggota Abu Hanifah dan Saiful Bahri dalam sidang di Pengadilan Tipikor/Pengadilan Negeri Banda Aceh, Senin (25/2/2013).
Majelis hakim menyatakan perbuatan keduanya terbukti melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana disebut dalam dakwaan subsider. Hakim membebaskan kedua terdakwa dari dakwaan primer, karena tak terbukti.
Putusan majelis lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta hakim menghukum Zulkifli, selaku Kuasa Pengguna Anggaran delapan tahun penjara, denda Rp500 juta subsider tiga bulan, berikut mengembalikan uang sisa kerugian negara senilai Rp1,130 miliar. Dengan ketentuan jika tak sanggup membayar dalam tempo 30 hari setelah putusan, harta bendanya disita dan dilelang negara.
Sementara Syahrul yang juga Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pendidikan Aceh dituntut 7,6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan.
Majelis hakim membebaskan Zulkifli yang akrab disapa Zul Namploh, dari tuntutan membayar ganti rugi keuangan negara Rp1,130 miliar, dengan alasan tak terbukti menikmati uang tersebut. Keduanya dinyatakan terbukti melakukan korupsi untuk memperkaya orang lain.
Zulkifli dan Syahrul dinyatakan bersalah dalam proyek pembangunan rumah dinas guru daerah terpencil di 18 kabupaten/kota senilai Rp20,1 miliar dari pagu Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2009.
Proyek tersebut tersebar di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireun, Aceh Utara, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Kota Subulussalam, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Jaya dan Simeulu. Masing-masing kabupaten mendapat alokasi anggarannya Rp900 juta untuk 10 unit rumah.
Dalam persidangan terungkap bahwa proyek tersebut tidak selesai hingga akhir tahun, sementara anggaran proyek sudah ditarik 100 persen oleh terdakwa.
Atas perbuatan terdakwa, negara merugi hingga Rp1,486 miliar, namun sebanyak Rp356 juta diantaranya sudah disita dari para saksi saat proses penyidikan. Sisanya Rp1,360, menurut hakim, dinikmati oleh pihak lain yang terlibat dalam proyek itu.
Terhadap putusan majelis, JPU dan kuasa hukum kedua terdakwa menyatakan masih pikir-pikir. Usai persidangan, dua putri kandung dari Zulkifli Saidi sempat pingsan di luar ruang sidang karena tak kuasa menerima putusan ayahnya.
Sementara J Kamal Farza, kuasa hukum dari Zulkifli Saidi, meminta jaksa untuk mencari pelaku lain yang menikmati uang hasil korupsi itu.
Syahrul Amri (52), selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek tersebut, juga divonis 3,6 tahun penjara dan denda Rp75 juta subsider tiga bulan kurungan atas kasus yang merugikan negara senilai Rp1,486 miliar.
“Menyatakan terdakwa satu dan terdakwa dua terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim, Taswir, didampingi hakim anggota Abu Hanifah dan Saiful Bahri dalam sidang di Pengadilan Tipikor/Pengadilan Negeri Banda Aceh, Senin (25/2/2013).
Majelis hakim menyatakan perbuatan keduanya terbukti melanggar Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana disebut dalam dakwaan subsider. Hakim membebaskan kedua terdakwa dari dakwaan primer, karena tak terbukti.
Putusan majelis lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta hakim menghukum Zulkifli, selaku Kuasa Pengguna Anggaran delapan tahun penjara, denda Rp500 juta subsider tiga bulan, berikut mengembalikan uang sisa kerugian negara senilai Rp1,130 miliar. Dengan ketentuan jika tak sanggup membayar dalam tempo 30 hari setelah putusan, harta bendanya disita dan dilelang negara.
Sementara Syahrul yang juga Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Pendidikan Aceh dituntut 7,6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan.
Majelis hakim membebaskan Zulkifli yang akrab disapa Zul Namploh, dari tuntutan membayar ganti rugi keuangan negara Rp1,130 miliar, dengan alasan tak terbukti menikmati uang tersebut. Keduanya dinyatakan terbukti melakukan korupsi untuk memperkaya orang lain.
Zulkifli dan Syahrul dinyatakan bersalah dalam proyek pembangunan rumah dinas guru daerah terpencil di 18 kabupaten/kota senilai Rp20,1 miliar dari pagu Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2009.
Proyek tersebut tersebar di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireun, Aceh Utara, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Kota Subulussalam, Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Jaya dan Simeulu. Masing-masing kabupaten mendapat alokasi anggarannya Rp900 juta untuk 10 unit rumah.
Dalam persidangan terungkap bahwa proyek tersebut tidak selesai hingga akhir tahun, sementara anggaran proyek sudah ditarik 100 persen oleh terdakwa.
Atas perbuatan terdakwa, negara merugi hingga Rp1,486 miliar, namun sebanyak Rp356 juta diantaranya sudah disita dari para saksi saat proses penyidikan. Sisanya Rp1,360, menurut hakim, dinikmati oleh pihak lain yang terlibat dalam proyek itu.
Terhadap putusan majelis, JPU dan kuasa hukum kedua terdakwa menyatakan masih pikir-pikir. Usai persidangan, dua putri kandung dari Zulkifli Saidi sempat pingsan di luar ruang sidang karena tak kuasa menerima putusan ayahnya.
Sementara J Kamal Farza, kuasa hukum dari Zulkifli Saidi, meminta jaksa untuk mencari pelaku lain yang menikmati uang hasil korupsi itu.