Badan Narkotika Nasional (BNN) punya alasan tersendiri mengapa tetap membawa Raffi Ahmad ke pusat rehabilitasi Lido. Selain mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika, BNN juga merujuk rekomendasi dokter BNN.
"Sesuai dengan PP 25 tahun 2011, penyidik, penuntut umum, (dan) hakim dapat menempatkan pengguna ke rehabilitasi setelah mendapat rekomendasi dari hasil dokter," papar Kepala Humas BNN Sumirat Dwiyanto dalam jumpa pers di Gedung BNN, Jakarta, Kamis (21/2/2013). Dari hasil pemeriksaan, dinyatakan Raffi mengalami gangguan mental karena pengaruh methylone. Inilah kenapa Raffi kini dibawa ke Lido guna direhabilitasi.
"Ditemukan riwayat gangguan mental akibat zat yang bersifat stimulansia itu. Tim penyidik menyarankan untuk rehab medis dan sosial. Asesmen lanjutan kita itu ke RSKO," imbuh Sumirat. Saat ini, proses telah sampai pada pemeriksaan saksi ahli.
Bila proses pemeriksaan sudah selesai, menurut Sumirat, tak akan butuh waktu lama untuk melimpahkan berkas perkara Raffi ke kejaksaan. "Kami menunggu berkas hingga selesai, saat ini sedang pemeriksaan saksi ahli. Kalau ini sudah selesai, besoknya juga bisa dilempar berkasnya ke kejaksaan," ujar dia.
Terpisah, pendapat berbeda justru datang dari Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO). Direktur Utama RSKO, Laurentinus Panggabean, berpendapat Raffi tak perlu menjalani rehabilitasi. "Raffi ini dinyatakan negatif (dari ketergantungan narkoba) dari hasil pemeriksaan. Secara psikologis, dia sehat. Jadi, (dia) tidak perlu direhab, tidak apa-apa," terang Laurentinus dalam wawancara di RSKO Cibubur, Jakarta Timur, Kamis (21/2/2013).
Lanjut Laurentinus, zat methylone biasanya terdeteksi dalam jangka waktu tidak lebih dari tiga hari. Lepas dari masa itu, zat tersebut tidak terdeteksi alias hilang. Namun, BNN ternyata tetap memindahkan Raffi ke panti rehabilitasi di Lido, Sukabumi.
Kepala Humas Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Besar Sumirat mengatakan, upaya rehabilitasi Raffi adalah kewenangan penyidik yang mendasarkan pada rekomendasi dari tim dokter BNN yang disandingkan dengan hasil dari Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO). "Hasil assessment ditemukan riwayat gangguan mental dan perilaku hasil zat psikoaktif jenis stimulansia. Tim assessment menyarankan RA untuk rehabilitasi medis dan sosial," ujar Sumirat kepada wartawan, Kamis (21/2/2013).
Sumirat membantah pernyataan kuasa hukum Raffi, Hotma Sitompul, yang mengatakan bahwa Raffi tak layak menjalani rehablilitasi. Menurut Sumirat, aturan seseorang menjalani rehabilitasi telah diatur dalam Peratutan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 Pasal 13 Ayat 3 dan 4. Dalam PP tersebut, tertulis bahwa penempatan dalam lembaga rehabilitasi medis dan atau rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tiga merupakan kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai tingkat pemeriksaan setelah mendapatkan rekomendasi tim dokter.
"Jadi sudah sesuai peraturan. Sudah mendapat assessment dari tim dokter BNN, RSKO, dan menyarankan rehab, ya ditempatkan," ujarnya.
Deputi Rehabilitasi BNN Kusman Suryakusuma mengatakan, penempatan Raffi Ahmad dalam badan rehabilitasi Lido, Sukabumi, Jawa Barat, bukan karena Raffi mengalami kecanduan. Hal itu dikarenakan tingkat penyalahgunaan narkotika Raffi baru mencapai tahap rekreasional. Sumirat mengatakan, BNN lebih mempertimbangkan efek jangka panjang. BNN menginginkan agar setelah Raffi keluar dari proses hukum, ia tidak lagi kembali ke penyalahgunaan narkotika. "M